Notification

×

Iklan

Iklan

Krisis Hak Reproduksi

Sabtu, 28 September 2024 | 08.58 WIB | 0 Views Last Updated 2024-09-28T02:09:48Z

 

Mohammad Suwandi

Seiring bertambahnya ilmu pengetahuan, pemberian akses alat kontrasepsi menjadi kebijakan. lagi-lagi perempuan menjadi objek kekerasan. Usia sekolah yang seharusnya butuh literasi ubstinensi makin dibebaskan dengan alat kontarsepsi. Bukan untuk semua remaja melainkan remaja yang sudah menikah tetapi menunda kehamilan. inikah dimaksudkan untuk memfasilitasi hubungan seksual di luar pernikahan. Kita hanya bisa mengatakan ada pemerasan dan kesenjangan. Saya tau hampir semua hal selalu dikaitkan dengan agama, Tapi jangan sampai kita tutup mata dan tidak peduli dengan fakta dan data. Itulah yang sebenarnya telah terjadi. Rantai ketidakadilan dengan berbagai pandangan yang berbeda. 

Kebijakan penyediaan alat kontrasepsi tidak sepenuhnya dianggap sebagai bagian dari “krisis hak reproduksi”, tetapi ada tantangan signifikan, terutama dalam hal akses dan pemahaman. Di satu sisi, kebijakan ini dianggap penting yang katanya menurunkan angka kehamilan remaja, yang dapat berdampak negatif pada pendidikan dan kesejahteraan psikologis pelajar. Pemberian akses ini juga dianggap dapat membantu remaja membuat keputusan yang lebih baik terkait kesehatan reproduksi mereka, termasuk mencegah penyebaran penyakit menular seksual.

Di Indonesia, pemerintah telah lama menjalankan program keluarga berencana (KB) untuk menyediakan alat kontrasepsi seperti pil KB, kondom, IUD, dan suntikan kepada masyarakat. Kebijakan ini dimaksudkan untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk serta meningkatkan kesejahteraan keluarga. Penyediaan alat kontrasepsi umumnya tersedia di puskesmas, rumah sakit, dan klinik kesehatan.

Namun, tantangan tetap ada. Salah satu masalah utama adalah kurangnya pendidikan yang komprehensif tentang kesehatan reproduksi dan seksual di kalangan masyarakat. Banyak remaja dan pasangan muda yang masih kurang mendapatkan informasi yang tepat mengenai alat kontrasepsi dan cara penggunaannya. Selain itu, stigma sosial dan tekanan budaya di beberapa wilayah Indonesia membuat perempuan, khususnya di daerah pedesaan, enggan atau sulit mengakses layanan kontrasepsi.

Selain itu, Indonesia juga menghadapi tantangan terkait akses terhadap layanan kontrasepsi yang terjangkau dan merata di seluruh wilayah. Kesenjangan akses antara kota dan desa, serta peran norma agama dan budaya, masih mempengaruhi distribusi dan penggunaan alat kontrasepsi. Hal ini membuat perempuan di beberapa daerah lebih rentan terhadap kehamilan yang tidak direncanakan dan kesehatan reproduksi yang buruk.

Secara keseluruhan, kebijakan penyediaan alat kontrasepsi di Indonesia memang sudah ada dan dijalankan dengan baik oleh pemerintah, namun belum dapat sepenuhnya mengatasi tantangan terkait kesetaraan akses dan edukasi. Sehingga, meskipun tidak dikategorikan sebagai “krisis hak reproduksi” seperti di beberapa negara, masih ada ruang untuk perbaikan agar hak kesehatan reproduksi perempuan di Indonesia lebih terlindungi.

Namun, di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa akses mudah terhadap alat kontrasepsi bisa mendorong perilaku seksual di usia dini tanpa pendidikan yang tepat. Beberapa pihak berpendapat bahwa pendidikan seks yang komprehensif dan mendidik tentang konsekuensi emosional, sosial, dan kesehatan dari aktivitas seksual harus menjadi prioritas utama sebelum memberi akses pada alat kontrasepsi.

Secara umum, efektivitas kebijakan semacam ini bergantung pada pendekatan yang diambil. Jika disertai dengan pendidikan seks yang komprehensif, kebijakan ini bisa memberikan manfaat signifikan dalam mencegah kehamilan remaja dan penyakit menular seksual, serta mendukung kesehatan reproduksi secara umum. Isu-isu ini menunjukkan bahwa meski ada kemajuan, masih diperlukan reformasi kebijakan dan upaya global yang lebih besar untuk mencapai kesetaraan gender penuh.

Untuk memastikan keberhasilan kebijakan ini, diperlukan pendidikan seksual yang menyeluruh dan dukungan dari keluarga serta tenaga medis. Dengan demikian, diharapkan kesehatan reproduksi remaja di Indonesia bisa lebih terjaga, dan angka kehamilan yang tidak diinginkan bisa ditekan.

Pamekasan, 28 September 2024

×
Berita Terbaru Update